Berawal dari kelas 3 SMA. Kami adalah
teman sekelas selama kelas 3 SMA. Pertamanya hanya teman saja, sering berkumpul
bareng, main bareng, dan lain-lain selalu dilakukan bersama. Sampai akhirnya
sekarang pun kami menjadi sahabat. Suka duka kita jalanin bersama. Sejak saat
SMA hingga sekarang kita sering meluangkan waktu untuk berbagi cerita,
merayakan ulang tahun, dll. Mereka adalah sebagian hidup saya, karena mereka
semua selalu ada setiap saya butuhkan, mulai dari bergosip, curhat tentang
keluarga sampai tentang pacarpun saya dan teman-teman sering bercerita. Tak ada
habisnya bila mencertakan satu demi satu kejadian yang telah kita lewatkan
bersama. Oh ya, sampai lupa saya perkenalkan sahabat-sahabat saya. Dari yang
pertama namanya Dhiany Augustina biasa dipanggil “Ginyong”, yang kedua ada
Hafprilia Dipta SM biasanya dipanggil “Ndut/Hepi”, yang ketiga ada Dwi Sectio
Nurrahman, nah ini dia orang yang paling energic diantara kita semua. Dia dikenal
dengan nama “Jhon”, yang keempat ada Andreas Saptany ini juga anaknya energik
banget sama aja kaya Jhon engga bias diem, biasanya dipanggil “Konde”, nah ada
juga yang namanya Desi Arista bikenal dengan nama “Gong/Ndut”, lalu ada
Dzulqaidah Wulansari ini perempuan yang benar-benar bikin pusing, suka lemot
hihihihi, dia dikenal dengan nama “Jul,Nenek,Mba Jawa”, kemudian yang terakhir
adalah Ratih Alvi Damayanti biasa dikenal dengan nama “onyont”. Terkadang kalau
lagi jenuh banget sama tugas kampus yang engga ada abisnya, mgumpul bareng
mereka aja tuh bias merubah mood bête jadi seneng, mereka tuh moodboster banget
deh….. semoga persahabatb ini bias terjalin sampai kapanpun dan engga akan
lekang oleh waktu kalau kata Kerispatih hehe..
Selasa, 02 Juli 2013
Penyelesaian Sengketa Ekonomi
1.
Pengertian
Sengketa
Sengketa
adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang
menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi
salah satu diantara keduanya.
2.
Cara-cara
Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk
mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan
antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat
ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:
a.
Negosiasi
(perundingan)
Perundingan
merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk
menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
b.
Enquiry
(penyelidikan)
Penyelidikan
dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.
c.
Good
offices (jasa-jasa baik)
Pihak
ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat
menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:
·
Memberi
kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada
lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
·
Sebaliknya
secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara
di pengadilan.
3.
Negosiasi
Secara
umum kata "negosiasi" berasal dari kata to negotiate, to be
negotiating dalam bahasa inggris yang berarti "merundingkan, membicarakan
kemungkinan tentang suatu kondisi, dan atau menawar". Sedangkan kata-kata
turunanya adalah antara lain "negotiation" yang berarti
"menunjukkan suatu proses atau aktivitas untuk merundingkan, membicarakan
sesuatu hal untuk disepakati dengan orang lain", dan
"negotiable" yang berarti "dapat dirundingkan, dapat
dibicarakan, dapat ditawar".
Negosiasi adalah bagian dari
kehidupan kita sehari-hari dengan kita sadari maupun tidak, sebagai contoh
ketika kita sedang berbelanja atau membeli sesuatu di pasar, maka kita akan
terlibat suatu proses tawar-menawar harga barang yang akan kita beli (kecuali
apabila kita membeli disupermarket/minimarket kita tidak akan bisa menawar),
dalam hal ini berarti kita sedang melakukan praktik negosiasi. Begitu juga
ketika kita sedang meminta sesuatu kepada orang tua kita, misalkan kita
menginginkan handphone (HP) namun orang tua kita malah membujuk kita dengan
janji akan dibelikan sepeda dan tidak membelikan HP dengan alasan tertentu,
dalam hal ini orang tua kita melakukan proses negosiasi dengan kita.
Bagi beberapa orang, untuk contoh
kasus pada saat kita berbelanja di atas, beberapa orang merasa cukup dengan
harga yang ditawarkan oleh penjual, sementara yang lain merasa perlu untuk
melakukan negosisasi dengan menawar harga kembali untuk mendapatkan harga yang
lebih murah. Kesadaran untuk "merasa perlu untuk menawar kembali"
ternyata menghasilkan suatu bentuk penghematan. Berawal dari kesadaran inilah
kemudian menjadi dasar telenta yang dikembangkan sebagai suatu bentuk
negotiation skill.
4.
Mediasi
Mediasi
berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah (mediator).
Dengan demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa melalui mediator
(penengah). Dari pengertian di atas, mediasi merupakan salah satu alternatif
penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara penyelesaian tradisional
melalui litigation (berperkara di pengadilan). Pada mediasi, para pihak yang
bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling berhadapan antara yang satu
dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan mediator sebagai pihak ketiga
yang netral. Peran dan fungsi mediator, membantu para pihak mencari jalan
keluar atas penyelesaian yang mereka sengketakan. Penyelesaian yang hendak
diwujudkan dalam mediasi adalah compromise atau kompromi di antara para pihak.
Dalam mencari kompromi, mediator memperingatkan, jangan sampai salah satu pihak
cenderung untuk mencari kemenangan. Sebab kalau timbul gejala yang seperti itu,
para pihak akan terjebak pada yang dikemukakan Joe Macroni Kalau salah satu
pihak ingin mencari kemenangan, akan mendorong masing-masing pihak menempuh
jalan sendiri (I have may way and you have your way). Akibatnya akan terjadi
jalan buntu (there is no the way).
5.
Arbitrase
Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare”
(bahasa Latin) yang berarti “kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara
menurut kebijaksanaan”.
6.
Perbandingan
antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi
·
Negosiasi
atau perundingan
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.
·
Litigasi
adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang
terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh
hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution
(solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan
putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain
menjadi pihak yang kalah. Kebaikan dari sistem ini adalah:
a.
Ruang
lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di Indonesia
terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis
sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini)
b.
Biaya
yang relatif lebih murah (Salah satu azas peradilan Indonesia adalah Sederhana,
Cepat dan Murah)
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah:
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah:
o
Kurangnya
kepastian hukum (karena terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika Pengadilan
Negeri memberikan putusan yang tidak memuaskan salah satu pihak, pihak tersebut
dapat melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi atau kasasi ke
Mahkamah Agung sehingga butuh waktu yang relatif lama agar bisa berkekuatan
hukum tetap)
o
Hakim
yang "awam" (pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis
hukum. namun jika sengketa yang terjadi terjadi pada bidang yang tidak dikuasai
oleh hakim, maka hakim tersebut harus belajar lagi. Hal ini dikarenakan para
pihak tidak bisa memilih hakim yang akan memeriksa perkara. Tentunya hal ini
akan mempersulit penyusunan putusan yang adil sesuai dengan bidang sengketa.
Hakim juga tidak boleh menolak untuk memeriksa suatu perkara karena hukumnya
tidak ada atau tidak jelas. Jadi tidak boleh ada hakim yang menolak perkara.
apalagi hanya karena dia tidak menguasai bidang sengketa tersebut.)
Berdasarkan konsekuensi bahwa putusan hakim akan memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan pihak yang lain, maka berdasarkan hukum acara perdata di Indonesia Hakim wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi (nanti akan dibahas lebih lanjut) untuk mendamaikan para pihak. Jika tidak dicapai perdamaian maka pemeriksaan perkara akan dilanjutkan. Meskipun pemeriksaan perkara dilanjutkan kesempatan untuk melakukan perdamaian bagi para pihak tetap terbuka (dan hakim harus tetap memberikannya meskipun putusan telah disusun dan siap untuk dibacakan). Jika para pihak sepakat untuk berdamai, hakim membuat akta perdamaian (acte van daading) yang pada intinya berisi para pihak harus menaati akta perdamaian tersebut dan tidak dapat mengajukan lagi perkara tersebut ke pengadilan. Jika perkara yang sama tersebut tetap diajukan ke pengadilan maka perkara tersebut akan ditolak dengan alasan ne bis in idem (perkara yang sama tidak boleh diperkarakan 2 kali) karena akta perdamaian tersebut berkekuatan sama dengan putusan yang final dan mengikat (tidak dapat diajukan upaya hukum).
Berdasarkan konsekuensi bahwa putusan hakim akan memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan pihak yang lain, maka berdasarkan hukum acara perdata di Indonesia Hakim wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi (nanti akan dibahas lebih lanjut) untuk mendamaikan para pihak. Jika tidak dicapai perdamaian maka pemeriksaan perkara akan dilanjutkan. Meskipun pemeriksaan perkara dilanjutkan kesempatan untuk melakukan perdamaian bagi para pihak tetap terbuka (dan hakim harus tetap memberikannya meskipun putusan telah disusun dan siap untuk dibacakan). Jika para pihak sepakat untuk berdamai, hakim membuat akta perdamaian (acte van daading) yang pada intinya berisi para pihak harus menaati akta perdamaian tersebut dan tidak dapat mengajukan lagi perkara tersebut ke pengadilan. Jika perkara yang sama tersebut tetap diajukan ke pengadilan maka perkara tersebut akan ditolak dengan alasan ne bis in idem (perkara yang sama tidak boleh diperkarakan 2 kali) karena akta perdamaian tersebut berkekuatan sama dengan putusan yang final dan mengikat (tidak dapat diajukan upaya hukum).
c.
Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta" Dimana yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah "klausula arbitrase" di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau "Perjanjian Arbitrase" dalam hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase. Beberapa keunggulan arbitrase dibandingkan litigasi antara lain:
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta" Dimana yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah "klausula arbitrase" di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau "Perjanjian Arbitrase" dalam hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase. Beberapa keunggulan arbitrase dibandingkan litigasi antara lain:
·
Arbitrase
relatif lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak yang
bersengketa. Arbiter dipilih oleh para pihak sendiri dan merupakan jabatan yang
tidak boleh dirangkap oleh pejabat peradilan manapun. Dalam hal para pihak
tidak bersepakat dalam menentukan arbiter maka arbiter akan ditunjuk oleh ketua
Pengadilan Negeri. Hal ini berbeda dengan litigasi karena para pihak tidak
dapat memilih hakim yang memeriksa perkara. Calon arbiter yang ditunjuk juga
boleh menolak penunjukan tersebut.
·
Arbiter
merupakan orang yang ahli di bidangnya sehingga putusan yang dihasilkan akan
lebih cermat. Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan bahwa salah satu syarat untuk
menjadi arbiter adalah berpengalaman aktif di bidangnya selama 15 tahun. Hal
ini tentunya berbeda dengan hakim yang mungkin saja tidak menguasai bidang yang
disengketakan sehingga harus belajar bidang tersebut sebelum memeriksa perkara.
·
Kepastian
Hukum lebih terjamin karena putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para
pihak. Pihak yang tidak puas dengan putusan arbitrase tidak dapat mengajukan
upaya hukum. namun putusan tersebut dapat dibatalkan jika terjadi hal-hal
tertentu seperti dinyatakan palsunya bukti-bukti yang dipakai dalam pemeriksaan
setelah putusan tersebut dijatuhkan atau putusan tersebut dibuat dengan itikad
tidak baik dari arbiter.
Sedangkan kelemahannya antara lain:
Sedangkan kelemahannya antara lain:
o
Biaya
yang relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung para pihak
(atau pihak yang kalah)
o
Putusan
Arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan ke
Pengadilan Negeri.
o
Ruang
lingkup arbitrase yang terbatas hanya pada sengketa bidang komersial
(perdagangan, ekspor-impor, pasar modal, dan sebagainya)
Sumber:
http://novianichsanudin.blogspot.com/2011/03/perbandingan-antara-perundingan.html
Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
1.
Pengertian
Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Menurut UU
no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh
satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum. Undang-Undang Anti
Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan
atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu
oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1)
Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek
monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih
pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang
dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak
sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2)
Undang-Undang Anti Monopoli.
2.
Asas dan
Tujuan Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Dalam
melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi
ekonomi dalam menjalankan kegiatan usahanya dengan memperhatikan keseimbangan
antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai
berikut:
a.
Menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu
upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
b.
Mewujudkan
iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat,
sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku
usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil
c.
Mencegah
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh
pelaku usaha
d.
Terciptanya
efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha
3.
Kegiatan
yang dilarang
Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang
dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Undang undang ini tidak
memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari
kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan
disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang
dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang
adalah merupakan perbuatan hukum sepihak. Adapun kegiatan kegiatan yang
dilarang tersebut yaitu:
a.
Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
b.
Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
c.
Penguasaan
pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu:
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu:
a.
menolak
dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang
sama pada pasar yang bersangkutan
b.
menghalangi
konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya
c.
membatasi
peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan
d.
melakukan
praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
d.
Persekongkolan
Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999)
Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999)
e.
Posisi
Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu
f.
Jabatan
Rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain
g.
Pemilikan
Saham
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama
h.
Penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.
4.
Perjanjian
yang dilarang
a.
Penggabungan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau
lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada
yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang
menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima
Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri
berakhir karena hukum.
b.
Peleburan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau
lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha
baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha
yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir
karena hukum.
c.
Pengambilalihan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau
mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan
Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap
Perseroan/Badan Usaha tersebut .
Ø Hal-hal yang Dikecualikan
dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:
a.
Oligopoli
b.
Penetapan
harga
c.
Pembagian
wilayah
d.
Pemboikotan
e.
Kartel
f.
Trust
g.
Oligopsoni
h.
Integrasi vertikal
i.
Perjanjian
tertutup
j.
Perjanjian
dengan pihak luar negeri
Ø Kegiatan-kegiatan
tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a.
Monopoli
b.
Monopsoni
c.
Penguasaan
pasar
d.
Persekongkolan
Ø Posisi dominan, yang
meliputi:
a.
Pencegahan
konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
b.
Pembatasan
pasar dan pengembangan teknologi
c.
Menghambat
pesaing untuk bisa masuk pasar
d.
Jabatan
rangkap
e.
Pemilikan
saham
f.
Merger,
akuisisi, konsolidasi
Ø Komisi Pengawasan
Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Ø Sanksi dalam Antimonopoli
dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a.
pencabutan
izin usaha
b.
larangan
kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun
c.
penghentian
kegiatan atau tindakan tertentu yang menyjavascript:void(0)ebabkan timbulnva
kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
5.
Hal-hal
yang dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
a.
Hak
atas kekayaan intelektual, termasuk lisensi, paten, merk dagang, hak cipta
b.
Waralaba
c.
Standar
teknis produk barang dan atau jasa
d.
Keagenan
yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok
e.
Kerjasama
pnelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar
f.
Perjanjian
internasional
Ø Perbuatan yang
dikecualikan
a.
Perbuatan
pelaku usaha yang tergplong dalam pelaku usaha
b.
Kegiatan
usaha koperasi uang khusus melayani anggotanya
c.
Pebuatan
dan atau perjanjian yang diperkecualikan
d.
Pebuatan
dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan UU
e.
Pebuatan
dan atau perjanjian yang bertujuan untuk ekspor
6.
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)\
Adalah sebuah
lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk
memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat.
Ø KPPU menjalankan tugas
untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut
Perjanjian
yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara
bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang
dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat
seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan
perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha
tidak sehat.
Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol
produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang
dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat.
Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan
posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak
konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian
per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan
pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga
melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut
di masyarakat:
a.
Konsumen
tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price take
b.
Keragaman
produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
c.
Efisiensi
alokasi sumber daya alam
d.
Konsumen
tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim
ditemui pada pasar monopoli
e.
Kebutuhan
konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan
layanannya
f.
Menjadikan
harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
g.
Membuka
pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
h.
Menciptakan
inovasi dalam perusahaan
7.
Sanksi
Pasal 36 UU Anti
Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan
dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga
berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur
dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan
menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai
sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana
tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal
19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya
Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal
20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan
Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur
dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha;
atau
b. larangan kepada pelaku
usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini
untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun
dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan
atau tindakan tertentu yang menyjavascript:void(0)ebabkan timbulnva kerugian
pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli
menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang
melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
Sumber:
Langganan:
Postingan (Atom)