Sabtu, 19 November 2011

Koperasi Jasa Keuangan Syariah Terus Tumbuh


Deputi Menteri untuk Fasilitas Finansial Kementerian Koperasi dan UKM Pariaman Sinaga menyebutkan semakin banyak BMT (baitul maal wat tamwil) yang memilih untuk berbadan hukum koperasi. Hal itu menjadikan jumlah koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) terus bertambah.
“Kenapa banyak BMT memilih badan hukum koperasi karena BMT menganggap koperasi itu menjadi perekat para anggota.
-- Pariaman Sinaga”
Menurut data Kemenkop dan UKM, total koperasi simpan pinjam (KSP)/usaha simpan pinjam (USP), koperasi dan koperasi kredit di Indonesia sebanyak 71.365 unit. Dari jumlah itu, sebanyak 2.508 unit merupakan KJKS/usaha jasa keuangan syariah (UJKS). Total aset KJKS/UJKS ini mencapai Rp 13,23 triliun. Padahal, total aset KSP sendiri hanya Rp 18,72 triliun.
"Dulu (tahun 2010 ) hanya 1.800-an (unit KJKS). Jumlahnya bertumbuh setelah banyak BMT sudah memilih badan hukumnya koperasi," ujar Pariaman kepada Kompas, di acara "D-8 Islamic Microfinance Workshop" di Jakarta, Sabtu (12/11/2011).
Ia mengatakan, kementeriannya mempersilakan peralihan itu terjadi. Menurut dia, pola simpan pinjam konvensional tersebut bisa digabungkan dengan syariah dan bisa dipisahkan.
"Jangan perdebatkan sistem, tapi neracanya beda-beda," lanjut dia.
Apalagi, sekarang ini badan hukum koperasi tidak perlu lagi didapatkan hanya dari pemerintah pusat. BMT bisa mendapatkan badan hukum tersebut dari pemerintah daerah. Ia melihat ada kecenderungan jumlah KJKS ini terus bertambah ke depannya.
"Tampaknya ini akan bertambah karena BMT sekarang memilih untuk berbadan hukum koperasi," ungkapnya.
Namun, ia tidak bisa memperkirakan berapa banyak jumlah KJKS akan bertambah pada tahun depan. Perkiraan itu dengan alasan data akan selalu bergerak dinamis.
SKB
Terkait kebebasan untuk memilih jenis badan hukum, ia menyebutkan, sudah ada surat keputusan bersama (SKB) antara Kemenkop dan UKM, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Bank Indonesia. Inti surat itu supaya pelaku usaha yang sudah terjun ke keuangan mikro memilih untuk berbadan hukum. Misalnya, jika ingin berbentuk bank, berarti bisa berbentuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR), atau bisa berbentuk badan hukum koperasi untuk usaha simpan pinjam.
"Kenapa banyak BMT memilih badan hukum koperasi, karena, BMT menganggap koperasi itu menjadi perekat para anggota. Anggota tidak berbicara saham layaknya jika berbentuk perusahaan," terang Pariaman.
Ia menambahkan, jika BMT berbentuk PT (perseroan terbatas) hanya pemilik modal yang menguasai usaha. Padahal, BMT itu maksudnya untuk menerobos ke lapisan masyarakat terbawah.
"Kesempatan dari koperasi bisa melayani anggota sebanyak mungkin," tambahnya.
Perlahan-lahan, lanjut dia, KJKS ini juga sudah lebih pandai mengelola uang. Itu dianggapnya sebagai sebuah kemajuan karena mengelola masyarakat kalangan bawah bukan perkara mudah. Untuk pengelolaan KJKS ini, Kemenkop dan UKM dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia juga telah melakukan penandatanganan kerja sama, Jumat (11/11/2011). "Ke depan, dengan koperasi yang bergerak memakai pola syariah ini, kita bisa bersama dengan Dewan Syariah Nasional di bawah MUI, nanti bisa jadi keterpaduan. Ini agar mereka melaksanakan (kegiatan koperasinya) pelan-pelan, tapi pasti," kata Pariaman.


                                                                                            Sumber : kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar